Tanpa disadari, dalam menjalani kehidupan ini kadang kita merasa berada dalam tekanan. Tekanan tersebut bukan disebabkan beban hidup yang berat, atau karena kita tidak mempunyai kekuatan yang memadai dalam meringankan tekanan itu. Beban dan tekanan itu terjadi hanya karena kita tidak mau terbuka dan berterus terang. Kita hidup penuh kepura-puraan, sehingga jauh dari rasa nyaman.
Hidup dalam kepura-puraan bisa digambarkan bagaikan bunga mawar plastik dengan kelopak dan warna sempurna, namun sama sekali tidak memberikan semerbak mewangi bagi sekitarnya. Berbeda dengan mawar asli yang harum, meski lekas layu. Walaupun bunga mawar yang asli tidak seindah tiruannya, namun kita tetap saja menyukai bunga mawar yang asli. Bahkan, kumbang pun hanya mau hinggap pada bunga asli. Dalam bunga mawar asli, ada detak kehidupan alam. Demikiap pula, hidup dalam kejujuran adalah hidup alami yang sejati. Hidup berpura-pura sama saja membohongi hidup itu sendiri.
Jika ingin hidup terasa ringan dan mudah, bersikaplah apa adanya. Bila kita sedang menghadapi kesulitan, dan ada teman yang ingin dan rela membantu kita, maka janganlah ditolak bantuan tersebut. Sikap berterus terang akan membuka jalan yang lebar bagi penerimaan orang lain. Persahabatan dan kerjasama membutuhkan satu hal; keakraban. Keakraban akan tercipta bila satu sama lain saling menerima dan terbuka.
Umpamakan Anda adalah perahu kokoh yang sanggup menahan beban, terbuat dari kayu terbaik, dengan layar gagah menentang angin. Kesejatian Anda adalah berlayar mengarungi samudra, menembus badai dan menemukan pantai harapan.
Namun, sehebat apa pun perahu diciptakan, tak ada gunanya bila perahu tersebut hanya ditambatkan di dermaga. Dermaga ibarat masa lalu Anda. Tali penambat itu adalah ketakutan dan penyesalan Anda. Jangan buang percuma seluruh daya kekuatan yang dianugerahkan pada Anda. Jangan biarkan masa lalu menambat Anda. Lepaskan diri Anda dari ketakutan dan penyesalan.
Yang memisahkan perahu dengan pantai harapan adalah topan badai, gelombang dan batu karang. Yang memisahkan Anda dengan keberhasilan adalah masalah yang menantang. Di situlah tanda kesejatian teruji. Hakikat perahu adalah saat ia berlayar menembus segala rintangan. Hakikat diri Anda adalah berkarya menemukan kebahagiaan.
Keberhasilan yang diraih, atau kegagalan yang menimpa dapat ditelusuri jauh ke dalam diri Anda. Karena Anda lah yang
menjalani semua ini. Bukan orang lain. Hanya saja, terlalu banyak orang tak mau memikul tanggung jawab itu. Bagi
mereka, mempertanggungjawabkannya adalah beban. Padahal, tak seorang pemimpin dapat lepas darinya. Dan, tanggung jawab tertinggi untuk mencapai kebebasan murni adalah bertanggungjawab atas diri sendiri.
Seorang bijak pernah menulis , "Amatilah pikiranmu, karena akan menjadi ucapanmu. Amatilah ucapanmu, karena akan menjadi tindakanmu. Amatilah tindakanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu. Amatilah kebiasaanmu, karena akan menjadi karaktermu. Amatilah karaktermu, karena akan menjadi nasibmu." Di atas semua itu, amatilah diri Anda. Hanya mereka yang mengenal dirinya lah yang akan mencapai ketenangan diri yang sesungguhnya.
Hidup ini seringkali menipu dan menina bobokkan. Agar tak terlena, kita harus sadar akan tiga hal, yaitu siapa diri kita, darimana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi.
Sikap kita menghadapi hidup, akan menentukan masa depan. Saat kita telah berketetapan untuk mewujudkan cita-cita, kita akan teguh memperjuangkannya, meski dihadapkan berbagai tantangan. Tak ada orang lain di muka bumi ini yang dapat menjajah sikap kita.
Orang dapat mempengaruhi sikap kita dengan mengajarkan kita tentang kebiasaan-kebiasaan berpikiran rendah atau secara tidak sengaja memberikan informasi yang salah atau memberikan sumber-sumber pengaruh yang negatif, namun tak seorang pun yang dapat mengendalikan sikap kita kecuali jika kita dengan rela menyerah pada kendali tersebut.
Tak ada orang lain yang "membuat kita marah". Kita membuat diri sendiri marah ketika kita menyerahkan kendali sikap kita. Apa yang telah dilakukan orang lain tidaklah relevan. Kita lah yang memilih, bukan mereka. Mereka hanya menguji sikap kita. Jika kita memilih sikap meledak-ledak dengan menjadi bermusuhan, marah, cemburu atau curiga, maka kita gagal dalam ujian itu. Jika kita menyalahkan diri sendiri dengan mempercayai bahwa diri kita tak ada harganya, lagi-lagi, kita gagal dalam ujian.
Apabila kita peduli terhadap segala hal mengenai diri kita sendiri, maka kita harus menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perasaan kita sendiri. Kita mesti belajar menjaga terhadap perasaan-perasaan yang akan menjerumuskan sikap kita ke jalan yang salah dan harus memperkuat perasaan-perasaan yang akan mengarahkan dengan pasti ke masa depan kita yang lebih baik.
(Adi Sumanto/dila)
Resonansi 12-04-2008
www.suaramerdeka.com
Kriteria Kualitas Air dalam budidaya ikan Patin
4 years ago